R, Nestapa
1 min readJun 19, 2024
https://pin.it/7sw6wdNCS

Panggilan telepon di tengah malam kala itu benar-benar membekas dalam ingatanku. Kau datang di malam yang gelap sebagai cahaya pagi pada senjaku. Obrolan tak berarah malam itu mengantarkan kita pada obrolan-obrolan lainnya. Kali ini tak hanya di malam hari, tapi juga pagi dan siang hari. Kedatanganmu yang tiba-tiba itu begitu kuterima dengan pintu yang terbuka. Caramu berbicara dan suaramu yang menggema memenuhi detik-detik waktuku di hari-hari itu. Percakapan-percakapan kala itu mengalir seperti air sungai. Kala kau berusaha mencari waktu untuk melakukan panggilan telepon kepadaku, di saat itulah kau aku sangka. Puluhan menit yang aku luangkan untuk berbincang denganmu adalah bentuk dari rasa nyaman yang kau ciptakan di ratusan detik itu. Mungkin kau tak sadar bahwa aku telah terbawa perasaan. Di hari-hari itu, aku kira kau akan menjadi pagiku, namun aku salah besar. Kau ternyata senja, yang hadir sebagai keasingan yang membawa sekian detik kebahagiaan, lalu kau pergi ketika aku sedang terlelap dalam kesenangan yang kau ciptakan.
Hahaha. Lucu memang. Kau hanya sekadar singgah tanpa bermaksud untuk sungguh. Dan pada akhirnya, kau hanyalah asing yang sempat aku sangka namun tak sampai membuatku terjatuh—untungnya.